PENDAHULUAN
Manusia
merupakan makhluk yang senantiasa bergerak dinamis. Sebagai makhluk yang
ditakdirkan sebagai abdi Tuhan dan sekaligus pelaksana kehendak Tuhan di muka
bumi tak sedikit dinamika mausia mengalami gesekan. Namun, kemudian gesekan
tersebut tidak selamanya mengarah pada hal yang positif, akan tetapi berbalik
negatif. Maka, dalam hal ini kontrol pengendali dinamika tersebut adalah
pendidikan. Pendidikanlah yang akan mengantar manusia pada derajat insan kamil, sempurna secara akal dan
sempurna secara moral.
Pendidikan dapat kita
tinjau dari dua sudut pandang.Pertama, dari sudut pandangmasyarakat, pendidikan merupakan pewarisan kebudayaan dari
generasi tua ke generasi muda agar hidup masyarakat berkelanjutan. Atau dengan
kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari
generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara.
Sedang bila dilihat dari kaca mata individu pendidikan berarti pengembangan
potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana lautan
dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi tidak nampak. Ia masih
berada didasar laut. Ia perlu dipancing dan digali supaya menjadi makanan dan
perhiasan bagi manusia.
Pendidikan
Agama Islam sebagai suatu proses pengembangan potensi kreatifitas peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia
yang beriman dan bertakwa kepadaِAllah SWT terampil, memiliki etos
kerja yang tinggi berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap
dirinya, bangsa, dan negara serta agama. Dalam Islam manusia mempunyai
kemampuan dasar yang disebut dengan “fitrah”. Secara epistimologis “fitrah”
berarti “sifat asal, kesucian, bakat, dan pembawaan”. Secara terminologi,
Muhammad al-Jurjani menyebutkan, bahwa “fitrah” adalah: Tabiat yang siap menerima
agama Islam. Pendidikan adalah upaya seseorang untuk mengembangkan potensi
tauhid agar dapat mewarnai kualitas kehidupan pribadi seseorang.
Rasulullah
Muhammad SAW Bersabda :
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهَ
عَنْهُأَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ: قَالَ رسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ اِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ اَوْيُنَصِّرَانِه.ِأَوْيُمَجِّسَانِهِ كَمَا تَنْتَجُ
الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ, ثُمَّ
يَقُوْلُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ وَأْقرَأ َشِئْتُمْ فِطْرَةَ اللهِ
الَّتيِ فَطَرَ النَّاسِ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذٰلِكَ
الدِّيْنُ الْقَيِّمُ. (رواه مسلم)
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.
sesungguhnya abi Hurairah Mengucapkan: Rasulullah Saw. pernah bersabda “Setiap
anak dilahirkan dalam keadaan fithrah (keimanan terhadap tauhid [tidak
mempersekutukan Allah]) tetapi orang tuanyalah menjadikan dia seorang Yahudi
atau Nasrani atau Majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang
sempurna. Apakah kau melihatnya buntung? “Kemudian Abu Hurairah membacakan
ayat-ayat suci ini: (Tetaplah atas) fitrah manusia menurut fitrah itu. (Hukum –
hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah agama yang benar. Tetapi
sebagian manusia tidak mengetahui.” (H.R. Muslim).
Menurut M
Arifin Sebagaimana dikutip oleh Haidar Putra Dauly menyebutkan bahwa tujuan
pendidikan Agama Islam adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai Islam
yang hendak dicapai dalam proses pendidikan Islam berdasarkan ajaran Islam
secara bertahap.
Berdasarkan
pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan Agama Islam yaitu
sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia seutuhnya,
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME serta mampu mewujudkan eksistensinya
sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, yang berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan
Al-Sunnah. Maka dalam konteks ini berarti terciptanya insan kamil setelah
proses pendidikan berakhir.
Dalam
formulasi itu terdapat nilai-nilai luhur berupa ketuhanan, kerohanian,
kemanusiaan, kemasyarakatan, kepribadian, kebangsaan, pengetahuan dan
ketrampilan. Untuk mempersiapkan peserta didik yang handal diperlukan
nilai-nilai yang mengarah pada masa mendatang.
Setiap
masyarakat berusaha mendidik dan mengasuh anggota-anggotanya, terutama generasi
muda menurut cita-cita yang dimiliki berbeda-beda antara masyarakat satu dan
yang lainnya, maka teori pendidikan juga berbeda. Oleh sebab itu harus
melibatkan tujuan, kandungan, dan metode yang cocok dengan kondisi masyarakat.
Islam
menginginkan akhlaq yang mulia, karena akhlaq yang mulia ini di samping akan
membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlaq
utama yang ditampilkan seseorang manfaatnya adalah orang yang bersangkutan.
Manfaat tersebut, yaitu:
a.
Memperkuat dan
menyempurnakan agama
b.
Mempermudah
perhitungan amal di akhirat
c.
Menghilangkan
kesulitan
d. Selamat hidup di dunia dan akhirat.
Untuk mewujudkan akhlaqul karimah maka dibutuhkan pendidikan akhlaq
karena pendidikan akhlaq merupakan suatu proses pembinaan, penanaman, dan
pengajaran, pada manusia dengan tujuan menciptakan dan mensukseskan tujuan
tertinggi agama Islam, yaitu kebahagiaan dua kampung (dunia dan akhirat),
kesempurnaan jiwa masyarakat, mendapat keridlaan, keamanan, rahmat, dan
mendapat kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT yang berlaku pada
orang-orang yang baik dan bertaqwa.
Dalam pendidikan akhlaq aktualisasi
nilai-nilai Islam perlu dipandang sebagai suatu persoalan yang penting dalam
usaha penanaman ideologis Islamsebagai
pandangan hidup. Namun demikian dalam usaha aktualisasi nilai-nilai moral Islam
memerlukan proses yang lama, agar penanaman tersebut bukan sekedar dalam
formalitas namun telah masuk dalam dataran praktis. Hal ini memang tidak semudah membalikan telapak
tangan, setidaknya Rasulullah SAW memerlukan 13 tahun untuk mengubah Makkah.
PEMBAHASAN
A.
Nilai-Nilai
1.
Pengertian
Nilai
Nilai merupakan suatu hal yang melekat pada suatu
hal yang lain yang menjadi bagian dari identitas sesuatu tersebut. Bentuk
material dan abstrak di alam ini tidak bisa lepas dari nilai. Nilai memberikan
definisi, identitas, dan indikasi dari setiap hal konkret ataupun abstrak.
Pengertian nilai menurut
Sidi
Ghazalba sebagaimana di kutip oleh
Chabib Toha, nilai adalah suatu yang bersifat abstrak, ideal. Nilai
bukan benda konkrit bukan fakta dan tidak hanya persoalan benar adalah yang
menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki,
disenangi maupun tidak disenangi.
Sedangkan
menurut J.R Freankle
nilai adalah "a value is an idea a
concept about what some on thinks is important in life". Dari
pengertian ini menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dan objek memiliki arti
penting dalam kehidupan.
Pendidikan Islam
merupakan pendidikan universal yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. Pendidikan
Islam memiliki nilai-nilai luhur yang agung dan mampu menentukan posisi dan
fungsi di dalam masyarakat Indosia. Maka pendidikan Islam berperan dalam penyusunan suatu sistem
pendidikan nasional yang baru, nilai-nilai luhur yang disandang oleh pendidikan
Islam adalah:
a.
Nilai historis,
pendidikan Islam telah menyumbangkan nilai-nilai yang sangat besar dalam
kesinambungan hidup bangsa, di dalam kehidupan bermasyarakat, di dalam
perjuangan bangsa Indonesia, pada saat terdapat invasi dari negara barat
pendidikan Islam tetap survive sampai saat ini;
b.
Nilai religius,
pendidikan Islam dalam perkembangannya tentunya telah memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai Islam sebagai salah satu nilai religius masyarakat
Indonesia; dan,
c.
Nilai moral,
pendidikan Islam tidak dapat diragukan sebagai pusat pemelihara dan
pengembangan nilai-nilai moral yang berdasarkan agama Islam, sebagai contoh
sekolah madrasah, pesantren, merupakan pusat pendidikan dan juga merupakan
benteng bagi moral bagi mayoritas bangsa Indonesia;
2.
Macam-macam Nilai
Substansi Nilai merupakan
suatu hal yang komplek dan beragam.Nilai berdasarkan sumbernya dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam,
yaitu:
a.
Nilai
Illahiyah (nash) yaitu nilai yang
lahir dari keyakinan (belief), berupa
petunjuk dari supernatural atau Tuhan.
Nilai yang diwahyukan melalui Rasul yang berbentuk iman, takwa, iman adil, yang
diabadikan dalam Al Quran. Nilai ini merupakan nilai yang pertama dan paling
utama bagi para penganutnya dan akhirnya nilai tersebut dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari, nilai ini bersifat statis dan kebenarannya mutlak.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah:
ذٰلِكَ الْكِتَابُ لَا
رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (البقرة : ٢)
“Kitab (al Quran)
ini tidak ada keraguan, padanya petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. (Q.S. Al-Baqarah:
2).
Nilai-nilai Illahiyah selamanya tidak mengalami
perubahan.Nilai Illahiyah ini mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia
selaku pribadi dan selaku anggota masyarakat, serta tidak berkecendrungan untuk
berubah mengikuti selera hawa nafsu manusia dan berubah-ubah sesuai dengan
tuntutan perubahan sosial dan tuntutan individu.
b.
Nilai Insaniyah
(produk budaya yakni nilai yang lahir dari kebudayaan masyarakat baik secara
individu maupun kelompok).
Nilai ini tumbuh atas kesepakatan manusia serta berkembang dan hidup dari
peradaban manusia. Nilai insani ini kemudian melembaga menjadi tradisi-tradisi
yang diwariskan turun-temurun mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya.
Disini peran manusia dalam melakukan kehidupan di dunia ini berperan untuk
melakukan perubahan kearah nilai yang lebih baik, sebagaimana firman Allah
dalam surat Al-Anfal ayat 53:
ذٰلِكَ
بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى
يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (الأنفال:
٥٣)
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah
sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya
kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka
sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Al-Anfal:
53).
Kemudian dalam analis teori nilai dibedakan
menjadi dua jenis nilai pendidikan yaitu:
a.
Nilai
instrumental yaitu nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk sesuatu yang
lain.
b.
Nilai
intrinsik ialah nilai yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang lain
melainkan di dalam dan dirinya sendiri.
Nilai instrumental dapat juga
dikategorikan sebagai nilai yang bersifat relatif dan subjektif, dan nilai
intrinsik keduanya lebih tinggi daripada nilai instrumental.
Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat nilai itu dapat dibagi
menjadi tiga macam yaitu:
a.
Nilai subjektif
adalah nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek. Hal ini sangat tergantung
kepada massing-masing pengalaman subjek tersebut;
b.
Nilai subjektif
rasional (logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari objek secara
logis yang dapat diketahui melalui akal sehat, seperti nilai kemerdekaan, nilai
kesehatan, nilai keselamatan, badan dan jiwa, nilai perdamaian dan sebagainya;
dan
c.
Nilai yang
bersifat objektif metafisik yaitu nilai yang ternyata mampu menyusun kenyataan
objektif seperti nilai-nilai agama;
Paparan diatas dapat disimpulkan bahwa
masing-masing nilai mempunyai keterkaitan dengan nilai yang satu dengan
lainnya, misalkan nilai ilahiah mempunyai relasi dengan nilai insani, nilai
ilahi (hidup etis religius) mempunyai kedudukan vertikal lebih tinggi daripada
nilai hidup lainnya. Di samping secara hierarki lebih tinggi, nilai keagamaan
mempunyai konsekuensi pada nilai lainnya dan sebaliknya nilai lainnya mempunyai
nilai konsultasi pada nilai etis religius.
B.
Pengertian Pendidikan Akhlaq
Sebelum melangkah lebih jauh dalam memahami pengertian pendidikan akhlak
terlebih dahulu kita pelajari pengertian pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi kekeliruan dan lebih sistematis dalam memahmi arti tersebut.
Pendidikan merupakan proses perubahan atau pengembangan diri anak didik
dalam segala aspek kehidupan sehingga terbentuklah suatu kepribadian yang utuh
(insan kamil) baik sebagai makhluk
sosial, maupun makhluk individu, sehingga dapat beradaptasi dan hidup dalam
masyarakat luas dengan baik. Termasuk bertanggung jawab kepada diri sendiri, orang lain, dan
Tuhannya.
Dalam Islam pada mulanya pendidikan di sebut dengan
kata ta’dib. Adapun kata ta’dib mengacu pada pengertian yang
lebih tinggi dan mencakup unsur – unsur pengetahuan (“ilm”), pengajaran
(“ta’lim”), dan pengasuhan yang baik (“tarbiyah”). Kata ta’dib
untuk pengertian pendidikan terus dipakai sepanjang masa semenjak zaman nabi
sampai masa kejayaan Islam , hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan
manusia disebut “ta’dib”. Kemudian ketika para ulama’ menjurus kepada
bidang spesialisasi dalam ilmu pengetahuan, maka kata adab menyempit, ia hanya
dipakai untuk merujuk kepada kesusastraan dan etiket, konsekuensinya “ta’dib”
sebagai istilah pendidikan hilang dari peredaranya, dan tidak dikenal lagi,
sehingga ketika para ahli didik Islam bertemu dengan istilah “education”
pada abad modern, mereka langsung menterjemahkannya dengan “tarbiyah”.
Dalam tarbiyah terdiri dari empat unsur
Pertama
: menjaga dan memelihara
fitrah anak menjelang baligh
Kedua
: mengembangkan seluruh
potensi dan kesiapan yang bermacam-
macam
Ketiga :
mengarahkan seluruh fitrah
dan potensi menuju
kepada
kebaikan dan kesempurnaan yang bermacam –
macam
Keempat
: proses ini dilakukan bertahap
Dalam
kerangka pendidikan, istilah ta'dib
mengandung arti: ilmu, pengajaran dan
penguasaan yang baik. Tidak ditemui
unsur penguasaan atau pemilikan terhadap objek atau anak didik, di
samping tidak pula menimbulkan interpretasi mendidik makhluk selain manusia,
misalnya binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena menurut konsep Islam yang bisa
bahkan harus dididik hanyalah makhluk manusia. Dan akhirnya, Al Attas
menekankan pentingnya pembinaan tata krama, sopan santun, adab dan semacamnya atau secara tegas
"akhlaq yang terpuji" yang
terdapat hanya dalam istilah ta'dib.
Dengan tidak dipakainya konsep ta'dib
untuk menunjukkan kegiatan pendidikan, telah berakibat hilangnya adab sehingga
melunturkan citra keadilan dan kesucian. Menurut Al Attas, keadaan semacam itu
bisa membingungkan kaum muslimin,
sampai-sampai tak terasa pikiran dan cara hidup sekuler telah menggeser
berbagai konsep Islam di berbagai segi kehidupan termasuk pendidikan.
Sedangkan
menurut Ahmad D.Marimba “pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama atau insan kamil.”
Perkataan
akhlaq berasal dari bahasa Arab, jama’ dari khuluqun
(خلق) yang berarti ibarat (sifat atau
keadaan) dari pelaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, dari padanya
tumbuh perbuatan-perbuatan dengan mudah dan wajar tanpa memerlukan pikiran dan
pertimbangan.
Adapun
definisi akhlaq menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1.
Menurut
al-Ghazali dalam kitab Ihya’nya adalah :
الخلق عبارة عن هيئة
النفس راسخة عنها تصد رالافعال بسهولة ويسر من غير حاجة الى فكر وروية.
“Al-Khuluk
ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”
2.
Menurut
pendapat Ibnu Maskawaih
Akhlaq adalah keadaan jiwa yang dari padanya keluar
perbuatan-perbuatan tanpa pikiran dan pertimbangannya.
Akhlaq itu itu timbul dan tumbuh dari dalam jiwa kemudian
berbuah ke segenap anggota meneggerakkan amal-amal serta menghasilkan
sifat-sifat yang baik dan utama dan menjauhi segala yang buruk dan tercela.
Pemupukan agar dia bersemi dan subur ialah berupa humanity dan imani, yaitu
kemanusiaan dan keimanan yang kedua-duanya ini bersama menuju perbuatan.
3.
Elizabeth H Hurlock, mengemukakan sebagai berikut:
“Behavior which may be called”true morality”
not only conforms to social standards but also is carried out voluntarily. It
comes with the transition from external to internal authority and consists of
conduct regulated from within”.
“Tingkah
laku/yang dikenal dengan moral yang baik, bukan
hanya merupakan aturan kemasyarakatan saja, tetapi yang lebih penting harus
dilaksanakan secara suka rela. Tingkah laku tersebut dapat dilihat dari luar
yang digerakkan oleh sebuah kekuatan yang diatur dari dalam”.
Adapun
ruang lingkup pendidikan akhlaq mencakup tiga pola hubungan:
1.
Pola hubungan
manusia dengan Allah, seperti mentauhidkan Allah dengan menghindari syirik, bertaqwa
kepada-Nya, memohon pertolongan kepadanya melalui berdo’a, berdzikir, di waktu
siang atau pun malam, baik dalam keadaan
berdiri, duduk atau pun berbaring dan bertawakkal kepada-Nya.
2.
Pola hubungan
manusia dengan sesama manusia.
Pola hubungan
ini mencakup semua manusia sebagai makhluk Allah, yaitu rasulullah, kedua orang
tua, dan masyarakat. Pola hubungan dengan rasulullah, seperti menegakkan
sunnahnya, menziarahi kuburnya di Madinah, membacakan shalawat dan mentaati
perintahnya serta meninggalkan larangannya. Pola hubungan dengan kedua ibu
bapak, seperti berbuat baik kepada keduanya, mengucapkan kata yang sopan, tidak
menyakiti perasaannya, tidak membentak, mendo’akan untuk keduanya. Pola
hubungan dengan masyarakat, seperti bergaul dan tolong menolong, memenuhi
aturan yang telah disepakati bersama dalam masyarakat, mentaati pemimpin,
menegakkan ukhuwah Islamiyah dan solidaritas antar umat.
3.
Pola hubungan
manusia dengan alam semesta, seperti menjaga kelestarian alam, melindungi hutan
dari kegersangan akibat penebangan hutan tanpa ditanami lagi, dan memelihara
keindahan alam.
Dari
pengertian pendidikan dan akhlaq di atas dapat dipahami bahwa pendidikan akhlaq
adalah suatu proses menumbuhkembangkan fitrah manusia dengan dasar-dasar akhlaq,
keutamaan perangai dan tabiat yang diharapkan dimiliki dan diterapkan pada diri
manusia serta menjadi adat kebiasaan. Untuk menguatkan pendidikan akhlaq
tersebut dengan memperluas pikiran, berkawan dengan orang yang terpilih,
membaca dan menyelidiki para pahlawan yang berfikiran luar biasa dan yang lebih
penting adalah memberi dorongan agar mewajibkan seseorang melakukan perbuatan
yang baik.
Pendidikan
akhlaq adalah suatu proses pembinaan, penanaman, dan pengajaran, pada manusia
dengan tujuan menciptakan dan mensukeskan
tujuan tertinggi agama Islam, yaitu kebahagiaan dua kampung (dunia dan
akhirat), kesempurnaan jiwa masyarakat, mendapat keridlaan, keamanan, rahmat,
dan mendapat kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT yang berlaku pada
orang-orang yang baik dan bertaqwa.
Karena
akhlaq merupakan fondasi (dasar) yang utama dalam pembentukan pribadi manusia
yang seutuhnya, maka pendidikan yang mengarah terbentuknya pribadi yang berakhlaq,
merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi
kestabilan kepribadian manusia secara keseluruhan.
Rasulullah
SAW bersabda:
عن
ابى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: انما بعثت لاتمم
صا لح الاخلاق (رواه احمد)
Dari Abu Hurairah r. a. Rasulullah saw telah bersabda : aku diutus hanyalah untuk
menyempurnakan budi pekerti yang luhur(HR Ahmad).
Islam
menginginkan akhlaq yang mulia, karena akhlaq yang mulia ini di samping akan membawa
kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlaq utama
yang ditampilkan seseorang manfaatnya adalah orang yang bersangkutan. Manfaat
tersebut, yaitu:
- Memperkuat dan menyempurnakan
agama
- Mempermudah perhitungan amal di
akhirat
- Menghilangkan kesulitan
- Selamat hidup di dunia dan
akhirat.
Dengan
memiliki akhlaq yang karimah maka seseorang akan dapat berhubungan dengan baik
dengan sang pencipta, dapat diterima dalam setiap pergaulannya, juga
melestarikan alam ciptaan Allah, oleh karena itu penanaman akhlaqul karimah
perlu ditanamkan sejak dini pada anak.
C.
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlaq
Nilai-nilai yang hendak
dibentuk atau diwujudkan dalam pribadi anak didik agar fungsional dan aktual
dalam perilaku muslim, adalah nilai Islami yang melandasi moralitas (akhlaq),
ada beberapa faktor penting yang terdapat dalam diri (jiwa) anak yang perlu diketahui, karena hal ini menjadi
acuan dalam pembahasan nilai-nilai pendidikan akhlaq yang dibutuhkan dalam
mengembangkan kepribadian anak didik. Faktor-faktor penting tersebut antara
lain:
1. Instink
Instink merupakan faktor penting dalam akhlaq karena instink terdapat
dalam manusia. Instink merupakan suatu sifat yang dapat menimbulkan perbuatan
tanpa didahului latihan perbuatan itu.
2. Kebiasaan
Kebiasaan adalah. Bentuk tingkah laku yang tetap
dari usaha menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang mengandung unsur afektif
perasaan Apabila
dihubungkan dengan perbuatan, maka kebiasaan pada mulanya dipengaruhi oleh
kerja pikir, didahului oleh pertimbangan dan perencanaan, sehingga kebiasaan
merupakan faktor penting dalam rangka pembentukan karakteristik manusia dalam
perilakunya. Untuk memperoleh perilaku yang baik dan terpuji harus dipupuk
dengan nilai-nilai karimah yang ada dalam Islam.
3. Kehendak
Kehendak adalah suatu
kekuatan, seperti uap atau listrik. Kehendak merupakan penggerak manusia yang
mendorong segala perbuatan yang seakan-akan tidur menjadi gerak dan bangkit.
Walaupun seseorang mampu melaksanakan sesuatu, namun ia tidak mempunyai
kehendak, maka tidak akan terjadi sesuatu yang diinginkan atau yang
diangan-angankan.
4. Nafsu
Nafsu merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari diri manusia, karena nafsu memiliki pertalian
dengan instink, tetapi gejalanya tidak sama. Nafsu tampak dalam berbagai bentuk
dan cara, sedang instink tidak tampak dari luar, dan sulit untuk dilihat.
5. Akal
Akal merupakan sumber pengetahuan dan pemahaman yang terdapat dalam
manusia, namun juga akal menjadi tanda kodrati keutamaan dan sumber setiap
adab.[36]
Dengan penyempurnaan akal, Allah SWT telah memberikan tugas untuk bertanggung
jawab, menjadikan dunia teratur dan sejahtera, dan melaksanakan perintah Allah
lainnya.
Dalam pendidikan akhlaq
aktualisasi nilai-nilai Islam perlu dipandang sebagai suatu persoalan yang
penting dalam usaha penanaman ideologis Islam sebagai pandangan hidup. Namun
demikian dalam usaha aktualisasi nilai-nilai moral Islam memerlukan proses yang
lama, agar penanaman tersebut bukan
sekedar dalam formalitas namun telah masuk dalam dataran praktis. Untuk itu,
perlulah kiranya menghubungkan faktor penting kebiasaan, memperhatikan potensi
anak didik, juga memerlukan bentuk-bentuk dan metode-metode yang sesuai dengan
kebutuhan anak didiknya.
Bentuk pendidikan akhlaq
ada yang secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung yaitu cara-cara
tertentu yang ditujukan langsung kepada pembentukan akhlaq, antara lain:
tauladan, nasehat, latihan, dan hadiah. Sementara pendidikan akhlaq yang tidak
langsung yaitu cara-cara tertentu yang bersifat pencegahan dan penekanan,
antara lain : koreksi dan pengawasan, larangan, hukuman dan sebagainya. Dari
bentuk-bentuk pendidikan akhlaq ini diharapkan nilai-nilai Islam (akhlaq)
dapat menjadi kepribadian anak didik,
artinya bukan hanya bersifat formal dalam ucapan dan teori belaka, akan tetapi
sampai pada tingkat pelaksanaan dalam kehidupan.
Beberapa nilai atau hikmah yang dapat diraih
berdasarkan ajara-ajaran amaliah Islam (akhlaq) antara lain: al-amanah (berlaku jujur), al-rahman (kasih sayang), al-haya’ (sifat malu), al-shidq
(berlaku benar), al-syaja’ah
(berani), qana’ah atau zuhud , al-ta’awun (tolong-menolong) dan lain-lain.
Menurut Ibnu Miskawaih
Manusia, mempunyai tiga potensi, Yaitu potensi bernafsu (an-nafs al-bahimiyyah), potensi berani (an-nafs as-subuiyyat) dan potensi berfikir (an-nas an-nathiqiyah). Potensi bernafsu dan potensi berani berasal
dari unsur materi sehingga akan hancur pada suatu saat, sedangkan potensi
berfikir berasal dari ruh Tuhan sehingga bersifat kekal.
Nilai-nilai pendidikan akhlaq
yang harus ditanamkan kepada anak-anak bukan sekedar akhlaqul karimah,
melainkan akhlaq madzmumah juga harus di sampaikan dan diajarkan kepada anak.
Bila akhlaq yang buruk itu tidak di sampaikan kepada anak maka anak akan
melakukan perbuatan yang tidak sesuai dan melanggar etika yang ada di
masyarakat itu.
Di sini pendidikan akhlaq
yang harus ditanamkan pada anak, penulis bagi menjadi tiga skala besar yaitu; akhlaq
terhadap Allah ,akhlaq terhadap diri sendiri dan akhlaq terhadap lingkungan.
- Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq
Terhadap Allah
Allah adalah kholiq dan manusia adalah mahluk.
Sebagai makhluk tentu saja manusia sangat tergantung kepadanya. Sebagaimana
firmannya:
اللَّهُ
الصَّمَدُ (الإحلاص : ٢)
“Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepadanya segala sesuatu. (QS. Al Ikhlas: 2)
Sebagai yang Maha Agung dan yang Maha Tinggi Dialah
yang wajib disembah dan ditaati oleh segenap manusia.dalam diri manusia hanya
ada kewajiban beribadah kepada Allah,
Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlaq pada
masa kanak-kanak nilai-nilai yang perlu
ditanamkan adalah:
a.
Tidak Mempersekutukan Allah
b. Cinta
Kepada Allah
Penanaman rasa cinta kepada Allah adalah prinsip yang harus ditanamkan
pada anak. Anak harus dibiasakan untuk mencintai Allah dengan diwujudkan dalam
bentuk sikap bersyukur segala nikmat yang diberikan Allah kepada setiap
manusia. Karena itu Allah memerintahkan untuk mensyukuri nikmat Allah yang
tidak terhingga.
c.
Takut Kepada
Allah
Takut kepada Allah adalah penting dalam kehidupan
seorang mukmin. Sebab rasa takut itu mendorongnya untuk taqwa kepadanya dan
mencari ridhonya, mengikuti ajaran–ajarannya, meninggalkan larangannya dan
melaksanakan perintahnya. Rasa takut kepada Allah dipandang sebagai salah satu
tiang penyangga iman kepadanya dan merupakan landasan penting dalam pembentukan
seorang mukmin.
2. Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Terhadap Diri Sendiri
Setiap diri memiliki tiga macam potensi yang bila
dikembangkan dapat mengarah kepada kutub positif, tetapi dapat juga ke kutub negatif.
Ketiga potensi yang dimaksud adalah nafsu, amarah, dan kecerdasan. Bila
dikembangkan secara positif, nafsu dapat menjadi suci, amarah bisa menjadi
berani dan kecerdasan bisa menjadi bijak. Sebaliknya, bila dikembangkan dalam
kutub negatif, nafsu dapat mengarah kepengumbaran hawa nafsu dan serakah,
amarah dapat menghasilkan berani secara sembrono atau gegabah dan pengecut dan
potensi kecerdasan bisa menjadi bodoh dan jumud.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas seorang anak
harus diberi pengertian bahwa pahala dan dosa akan kembali pada diri kita
sendiri. Sehubungan dengan itu sikap-sikap yang perlu ditanamkan pada diri anak
yaitu:
a. Tidak
Bersikap Sombong
b.
Kejujuran
c. Sifat
Qona’ah
3. Nilai-nilai
Pendidikan Akhlaq Terhadap Lingkungan
a.
Akhlaq terhadap
Lingkungan Keluarga
Sikap utama yang harus yang harus dikembangkan pada
anak dalam keluarga, yang utama yaitu penanaman sikap berbakti kepada orang tua
yang telah bersusah payah mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang.
Bagaimana Allah mencontohkan nasehat Luqman terhadap anaknya agar berbakti
kepada orang tua.al-Qur’an menyebutkan:
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ
فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (القمان :
۱۴)
“Dan kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada
kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan
bertambah-tambah dari menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan
kepada kedua orangtua, ibu bapakmu, hanya kepadakulah engkau kembali” (Luqman :14).
b. Lingkungan
Sekolah
Sikap-sikap yang harus ditanamkan pada anak di sekolah adalah menghormati
gurunya, sebagai pendidik kedua setelah orang tua. Sikap sopan terhadap guru
adalah kewajiban setiap murid, melalui guru kita dapat mengenal segala
pengetahuan. Di antara sikap yang harus diajarkan anak yaitu penempatan guru
sebagai figur yang patut dihormati.
Selanjutnya sikap-sikap sosial yang harus dikembangkan di sekolah yaitu
sikap saling menyayangi sesama teman, menghindari pertengkaran dan percekcokan
serta saling tolong menolong. Anak harus diberi pemahaman bahwa semua adalah
saudara kita, selanjutnya dari pendidikan ini diharapkan anak mampu mengasihi
dan menyayangi temannya.
c.
Lingkungan
Masyarakat Atau Lingkungan Sekitar
Lingkungan masyarakat yang paling dekat dengan
anak-anak adalah tetangga. Sehubungan dengan itu anak harus dididik untuk
bersopan santun dan menghormati tetangganya, karena bagaimanapun juga tetangga
adalah orang yang akan segera memberi pertolongan apabila dirumah kita terjadi
kesusahan. Perilaku yang sering muncul pada anak di lingkungan tetangga di
antaranya sering membuat gaduh, mengganggu, mengotori dan lain-lain.
Selain lingkungan masyarakat di sini perlu
ditanamkan akhlaq tentang alam sekitar di antaranya adalah memelihara dengan
baik apa yang ada disekitar kita. Manusia sebagai kholifah, pengganti dan
pengelola alam. Sementara di sisi lain mereka diturunkan ke bumi ini adalah
agar membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya termasuk lingkungan
dan manusia secara keseluruhan.
KESIMPULAN
Menapaki bait-bait uraian makalah
tersebut di atas nilai-nilai pendidikan akhlak bukanlah suatu hal yang bersifat
doktrinasi saja, namun nilai tersebut hendaknya tertanam dalam setiap individu.
Pendidikan Islam menuntun dan mengarahkan manusia pada derrajat insan kamil dengan predikat nilai luhur.
Nilai akhlak bukan sekedar pemahaman
definisi dan toeri saja, hendaknya merupakan suatu proses penanaman dan
internalisasi diri individu. Nilai tersebut merupakan harga mati jatidiri
seorang muslim, dimana nilai-nilai
pendidikan akhlaq tersebut meliputi:
1.
Nilai-nilai
Pendidikan Akhlaq Terhadap Allah
2.
Nilai-nilai
Pendidikan Akhlaq Terhadap Diri Sendiri
sikap-sikap yang perlu ditanamkan pada diri anak yaitu:
a.
Tidak Bersikap Sombong
b.
Kejujuran
c.
Sifat Qona’ah
3.
Nilai-nilai PendidikanAkhlaq Terhadap Lingkungan
a.
Akhlaq terhadap
Lingkungan Keluarga
b.
Lingkungan Sekolah
c.
Lingkungan
Masyarakat Atau Lingkungan Sekitar
DAFTAR PUSTAKA
Abd.
Fatah Jalal, Asas-asas Pendidikan Islam, Bandung
Diponegoro, 1988.
Abdurrahman
An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj Drs. Hery
Noor Ali, Bandung: CV, Diponegoro, 1992.
Abu
Bakar Atjeh, Filsafat dalam Islam,
Semarang: CV. Ramadhani, 1971.
Abuddin Nata, Pemikiran
Para Tokoh Pendidikan Islam, Kajian Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2000.
Amin Syukur, Pengantar Studi
Akhlaq, Semarang: Duta Grafika, 1987.
Armai Arief, Pengantar
Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pres, 2002
Chabib Thoha, dkk Kapita
Selekta Pendidikan Islam,cet. I Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Elizabeth
B. Hurlock, Child Development, Sixty
Edition Internasional Students, Edition 146, Graw – Hill, Kogakusa, LTD.
Haidar Putra Dauly, Pendidikan
Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Imam
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumudin, Jilid
III, Singapura: Sulaiman Mar’i, tth.
Kartini
Kartono, Psikologi Umum, Bandung: Mandar Maju, 1996.
Mansur
Isna, Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Global Pustaka Utama, 2001.
Mohammad
Nor Syam, Pendidikan Filsafat dan Dasar
Filsafat Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986.
Muslim
Nurdin, et.al., Moral dan Kognisi Islam,
Bandung, Alfabeta, 1993.
Omar al-Thaumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Bulan
Bintang, Jakarta, 1979.