Utekke Global, Lakune Lokal

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 25 Oktober 2012

akalku dewasaku

 bak parang terpuruk dalam warangkanya
tak terasah hanya menyepi dalam sunyi
tak ada tajam, tak ada nyali
sekali tebas tiada arti
hanya basi melukai hati

berbeda dengan "aku"
"aku" mendengar dan mngerti
"aku" menyapa dan menyanyi
"aku" semangat dan memotivasi
dan "aku" lah "kamu"
aku ada di dalam kamu
di antara bisikan qalbu dan nafsu
tapi "aku" menuntunmu
dan "aku" syurgamu

nilai-nilai pendidikan akhlak dalam pendidikan islam


PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk yang senantiasa bergerak dinamis. Sebagai makhluk yang ditakdirkan sebagai abdi Tuhan dan sekaligus pelaksana kehendak Tuhan di muka bumi tak sedikit dinamika mausia mengalami gesekan. Namun, kemudian gesekan tersebut tidak selamanya mengarah pada hal yang positif, akan tetapi berbalik negatif. Maka, dalam hal ini kontrol pengendali dinamika tersebut adalah pendidikan. Pendidikanlah yang akan mengantar manusia pada derajat insan kamil, sempurna secara akal dan sempurna secara moral.
Pendidikan dapat kita tinjau dari dua sudut pandang.Pertama, dari sudut  pandangmasyarakat, pendidikan merupakan pewarisan kebudayaan dari generasi tua ke generasi muda agar hidup masyarakat berkelanjutan. Atau dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Sedang bila dilihat dari kaca mata individu pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi tidak nampak. Ia masih berada didasar laut. Ia perlu dipancing dan digali supaya menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia.[1]
Pendidikan Agama Islam sebagai suatu proses pengembangan potensi kreatifitas peserta  didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepadaِAllah SWT terampil, memiliki etos kerja yang tinggi berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa, dan negara serta agama. Dalam Islam manusia mempunyai kemampuan dasar yang disebut dengan “fitrah”. Secara epistimologis “fitrah” berarti “sifat asal, kesucian, bakat, dan pembawaan”. Secara terminologi, Muhammad al-Jurjani menyebutkan, bahwa “fitrah” adalah: Tabiat yang siap menerima agama Islam. Pendidikan adalah upaya seseorang untuk mengembangkan potensi tauhid agar dapat mewarnai kualitas kehidupan pribadi seseorang.[2]
Rasulullah Muhammad SAW Bersabda :
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهَ عَنْهُأَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ: قَالَ رسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ اِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْيُنَصِّرَانِه.ِأَوْيُمَجِّسَانِهِ كَمَا تَنْتَجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ, ثُمَّ يَقُوْلُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ وَأْقرَأ َشِئْتُمْ فِطْرَةَ اللهِ الَّتيِ فَطَرَ النَّاسِ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ. (رواه مسلم)[3]

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya abi Hurairah Mengucapkan: Rasulullah Saw. pernah bersabda “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah (keimanan terhadap tauhid [tidak mempersekutukan Allah]) tetapi orang tuanyalah menjadikan dia seorang Yahudi atau Nasrani atau Majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung? “Kemudian Abu Hurairah membacakan ayat-ayat suci ini: (Tetaplah atas) fitrah manusia menurut fitrah itu. (Hukum – hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah agama yang benar. Tetapi sebagian manusia tidak mengetahui.” (H.R. Muslim).

Menurut M Arifin Sebagaimana dikutip oleh Haidar Putra Dauly menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Agama Islam adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses pendidikan Islam berdasarkan ajaran Islam secara bertahap[4].
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan Agama Islam yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia seutuhnya, beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, yang berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Maka dalam konteks ini berarti terciptanya insan kamil setelah proses pendidikan berakhir.[5]
Dalam formulasi itu terdapat nilai-nilai luhur berupa ketuhanan, kerohanian, kemanusiaan, kemasyarakatan, kepribadian, kebangsaan, pengetahuan dan ketrampilan. Untuk mempersiapkan peserta didik yang handal diperlukan nilai-nilai yang mengarah pada masa mendatang.[6]
Setiap masyarakat berusaha mendidik dan mengasuh anggota-anggotanya, terutama generasi muda menurut cita-cita yang dimiliki berbeda-beda antara masyarakat satu dan yang lainnya, maka teori pendidikan juga berbeda. Oleh sebab itu harus melibatkan tujuan, kandungan, dan metode yang cocok dengan kondisi masyarakat.[7]
Islam menginginkan akhlaq yang mulia, karena akhlaq yang mulia ini di samping akan membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlaq utama yang ditampilkan seseorang manfaatnya adalah orang yang bersangkutan. Manfaat tersebut, yaitu:
a.       Memperkuat dan menyempurnakan agama
b.       Mempermudah perhitungan amal di akhirat
c.       Menghilangkan kesulitan
d.      Selamat hidup di dunia dan akhirat.[8]
Untuk mewujudkan akhlaqul karimah maka dibutuhkan pendidikan akhlaq karena pendidikan akhlaq merupakan suatu proses pembinaan, penanaman, dan pengajaran, pada manusia dengan tujuan menciptakan dan mensukseskan tujuan tertinggi agama Islam, yaitu kebahagiaan dua kampung (dunia dan akhirat), kesempurnaan jiwa masyarakat, mendapat keridlaan, keamanan, rahmat, dan mendapat kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT yang berlaku pada orang-orang yang baik dan bertaqwa.[9]
 Dalam pendidikan akhlaq aktualisasi nilai-nilai Islam perlu dipandang sebagai suatu persoalan yang penting dalam usaha penanaman ideologis Islamsebagai pandangan hidup. Namun demikian dalam usaha aktualisasi nilai-nilai moral Islam memerlukan proses yang lama, agar penanaman tersebut bukan sekedar dalam formalitas namun telah masuk dalam dataran praktis. Hal ini memang tidak semudah membalikan telapak tangan, setidaknya Rasulullah SAW memerlukan 13 tahun untuk mengubah Makkah.

PEMBAHASAN


A.    Nilai-Nilai

1.  Pengertian Nilai
Nilai merupakan suatu hal yang melekat pada suatu hal yang lain yang menjadi bagian dari identitas sesuatu tersebut. Bentuk material dan abstrak di alam ini tidak bisa lepas dari nilai. Nilai memberikan definisi, identitas, dan indikasi dari setiap hal konkret ataupun abstrak.
Pengertian nilai menurut Sidi Ghazalba sebagaimana di kutip oleh  Chabib Toha, nilai adalah suatu yang bersifat abstrak, ideal. Nilai bukan benda konkrit bukan fakta dan tidak hanya persoalan benar adalah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi maupun tidak disenangi.[10]
Sedangkan menurut J.R Freankle nilai adalah "a value is an idea a concept about what some on thinks is important in life". Dari pengertian ini menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dan objek memiliki arti penting dalam kehidupan.[11]
Pendidikan Islam merupakan pendidikan universal yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. Pendidikan Islam memiliki nilai-nilai luhur yang agung dan mampu menentukan posisi dan fungsi di dalam masyarakat Indosia. Maka pendidikan Islam berperan dalam penyusunan suatu sistem pendidikan nasional yang baru, nilai-nilai luhur yang disandang oleh pendidikan Islam adalah:
a.       Nilai historis, pendidikan Islam telah menyumbangkan nilai-nilai yang sangat besar dalam kesinambungan hidup bangsa, di dalam kehidupan bermasyarakat, di dalam perjuangan bangsa Indonesia, pada saat terdapat invasi dari negara barat pendidikan Islam tetap survive sampai saat ini;
b.      Nilai religius, pendidikan Islam dalam perkembangannya tentunya telah memelihara dan mengembangkan nilai-nilai Islam sebagai salah satu nilai religius masyarakat Indonesia; dan,
c.       Nilai moral, pendidikan Islam tidak dapat diragukan sebagai pusat pemelihara dan pengembangan nilai-nilai moral yang berdasarkan agama Islam, sebagai contoh sekolah madrasah, pesantren, merupakan pusat pendidikan dan juga merupakan benteng bagi moral bagi mayoritas bangsa Indonesia;[12]
2.  Macam-macam Nilai
Substansi Nilai merupakan suatu hal yang komplek dan beragam.Nilai berdasarkan sumbernya dapat diklasifikasikan menjadi dua macam,[13] yaitu:
a.       Nilai Illahiyah (nash) yaitu nilai yang lahir dari keyakinan (belief), berupa petunjuk dari supernatural atau Tuhan.[14] Nilai yang diwahyukan melalui Rasul yang berbentuk iman, takwa, iman adil, yang diabadikan dalam Al Quran. Nilai ini merupakan nilai yang pertama dan paling utama bagi para penganutnya dan akhirnya nilai tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, nilai ini bersifat statis dan kebenarannya mutlak.[15] Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah:
ذٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (البقرة : ٢)
“Kitab (al Quran) ini tidak ada keraguan, padanya petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. (Q.S. Al-Baqarah: 2).[16]

Nilai-nilai Illahiyah selamanya tidak mengalami perubahan.Nilai Illahiyah ini mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia selaku pribadi dan selaku anggota masyarakat, serta tidak berkecendrungan untuk berubah mengikuti selera hawa nafsu manusia dan berubah-ubah sesuai dengan tuntutan perubahan sosial dan tuntutan individu. 
b.      Nilai Insaniyah (produk budaya yakni nilai yang lahir dari kebudayaan masyarakat baik secara individu maupun kelompok).[17] Nilai ini tumbuh atas kesepakatan manusia serta berkembang dan hidup dari peradaban manusia. Nilai insani ini kemudian melembaga menjadi tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Disini peran manusia dalam melakukan kehidupan di dunia ini berperan untuk melakukan perubahan kearah nilai yang lebih baik, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 53:
ذٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (الأنفال: ٥٣)
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Al-Anfal: 53).

Kemudian dalam analis teori nilai dibedakan menjadi dua jenis nilai pendidikan yaitu:
a.       Nilai instrumental yaitu nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk sesuatu yang lain.
b.      Nilai intrinsik ialah nilai yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang lain melainkan di dalam dan dirinya sendiri.[18]
Nilai instrumental dapat juga dikategorikan sebagai nilai yang bersifat relatif dan subjektif, dan nilai intrinsik keduanya lebih tinggi daripada nilai instrumental.
Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat nilai itu dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a.       Nilai subjektif adalah nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek. Hal ini sangat tergantung kepada massing-masing pengalaman subjek tersebut;
b.      Nilai subjektif rasional (logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat, seperti nilai kemerdekaan, nilai kesehatan, nilai keselamatan, badan dan jiwa, nilai perdamaian dan sebagainya; dan
c.       Nilai yang bersifat objektif metafisik yaitu nilai yang ternyata mampu menyusun kenyataan objektif seperti nilai-nilai agama;[19]
Paparan diatas dapat disimpulkan bahwa masing-masing nilai mempunyai keterkaitan dengan nilai yang satu dengan lainnya, misalkan nilai ilahiah mempunyai relasi dengan nilai insani, nilai ilahi (hidup etis religius) mempunyai kedudukan vertikal lebih tinggi daripada nilai hidup lainnya. Di samping secara hierarki lebih tinggi, nilai keagamaan mempunyai konsekuensi pada nilai lainnya dan sebaliknya nilai lainnya mempunyai nilai konsultasi pada nilai etis religius.  

B.     Pengertian Pendidikan Akhlaq

Sebelum melangkah lebih jauh dalam memahami pengertian pendidikan akhlak terlebih dahulu kita pelajari pengertian pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan dan lebih sistematis dalam memahmi arti tersebut.
Pendidikan merupakan proses perubahan atau pengembangan diri anak didik dalam segala aspek kehidupan sehingga terbentuklah suatu kepribadian yang utuh (insan kamil) baik sebagai makhluk sosial, maupun makhluk individu, sehingga dapat beradaptasi dan hidup dalam masyarakat luas dengan baik. Termasuk bertanggung jawab  kepada diri sendiri, orang lain, dan Tuhannya.[20]
Dalam Islam pada mulanya pendidikan di sebut dengan kata ta’dib. Adapun kata ta’dib mengacu pada pengertian yang lebih tinggi dan mencakup unsur – unsur pengetahuan (“ilm”), pengajaran (“ta’lim”), dan pengasuhan yang baik (“tarbiyah”). Kata ta’dib untuk pengertian pendidikan terus dipakai sepanjang masa semenjak zaman nabi sampai masa kejayaan Islam , hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan manusia disebut “ta’dib”. Kemudian ketika para ulama’ menjurus kepada bidang spesialisasi dalam ilmu pengetahuan, maka kata adab menyempit, ia hanya dipakai untuk merujuk kepada kesusastraan dan etiket, konsekuensinya “ta’dib” sebagai istilah pendidikan hilang dari peredaranya, dan tidak dikenal lagi, sehingga ketika para ahli didik Islam bertemu dengan istilah “education” pada abad modern, mereka langsung menterjemahkannya dengan “tarbiyah”. Dalam tarbiyah terdiri dari empat unsur
      Pertama        : menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh
      Kedua          : mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-
                             macam
            Ketiga          : mengarahkan   seluruh   fitrah   dan    potensi   menuju   kepada
                                 kebaikan dan kesempurnaan yang bermacam – macam
      Keempat       : proses ini dilakukan bertahap[21]
Dalam kerangka pendidikan, istilah ta'dib mengandung arti: ilmu, pengajaran  dan penguasaan yang baik. Tidak ditemui  unsur penguasaan atau pemilikan terhadap objek atau anak didik, di samping tidak pula menimbulkan interpretasi mendidik makhluk selain manusia, misalnya binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena menurut konsep Islam yang bisa bahkan harus dididik hanyalah makhluk manusia. Dan akhirnya, Al Attas menekankan pentingnya pembinaan tata krama, sopan  santun, adab dan semacamnya atau secara tegas "akhlaq yang terpuji" yang  terdapat hanya dalam istilah ta'dib. Dengan tidak dipakainya konsep ta'dib untuk menunjukkan kegiatan pendidikan, telah berakibat hilangnya adab sehingga melunturkan citra keadilan dan kesucian. Menurut Al Attas, keadaan semacam itu bisa membingungkan kaum muslimin,  sampai-sampai tak terasa pikiran dan cara hidup sekuler telah menggeser berbagai konsep Islam di berbagai segi kehidupan termasuk pendidikan.
Sedangkan menurut Ahmad D.Marimba “pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama atau insan kamil.”[22]
Perkataan akhlaq berasal dari bahasa Arab, jama’ dari khuluqun (خلق) yang berarti ibarat (sifat atau keadaan) dari pelaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, dari padanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan mudah dan wajar tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.[23]
Adapun definisi akhlaq menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1.      Menurut al-Ghazali dalam kitab Ihya’nya adalah :
الخلق عبارة عن هيئة النفس راسخة عنها تصد رالافعال بسهولة ويسر من غير حاجة الى فكر وروية.[24][25]
“Al-Khuluk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”


2.      Menurut pendapat Ibnu Maskawaih
Akhlaq adalah keadaan jiwa yang dari padanya keluar perbuatan-perbuatan tanpa pikiran dan pertimbangannya.[26]
Akhlaq itu itu timbul dan tumbuh dari dalam jiwa kemudian berbuah ke segenap anggota meneggerakkan amal-amal serta menghasilkan sifat-sifat yang baik dan utama dan menjauhi segala yang buruk dan tercela. Pemupukan agar dia bersemi dan subur ialah berupa humanity dan imani, yaitu kemanusiaan dan keimanan yang kedua-duanya ini bersama menuju perbuatan. [27]
3.    Elizabeth H Hurlock, mengemukakan sebagai berikut:
Behavior which may be called”true morality” not only conforms to social standards but also is carried out voluntarily. It comes with the transition from external to internal authority and consists of conduct regulated from within”.[28]

“Tingkah laku/yang dikenal dengan moral yang baik, bukan hanya merupakan aturan kemasyarakatan saja, tetapi yang lebih penting harus dilaksanakan secara suka rela. Tingkah laku tersebut dapat dilihat dari luar yang digerakkan oleh sebuah kekuatan yang diatur dari dalam”.

Adapun ruang lingkup pendidikan akhlaq mencakup tiga pola hubungan:
1.      Pola hubungan manusia dengan Allah, seperti mentauhidkan Allah dengan menghindari syirik, bertaqwa kepada-Nya, memohon pertolongan kepadanya melalui berdo’a, berdzikir, di waktu siang atau  pun malam, baik dalam keadaan berdiri, duduk atau pun berbaring dan bertawakkal kepada-Nya.
2.      Pola hubungan manusia dengan sesama manusia.
Pola hubungan ini mencakup semua manusia sebagai makhluk Allah, yaitu rasulullah, kedua orang tua, dan masyarakat. Pola hubungan dengan rasulullah, seperti menegakkan sunnahnya, menziarahi kuburnya di Madinah, membacakan shalawat dan mentaati perintahnya serta meninggalkan larangannya. Pola hubungan dengan kedua ibu bapak, seperti berbuat baik kepada keduanya, mengucapkan kata yang sopan, tidak menyakiti perasaannya, tidak membentak, mendo’akan untuk keduanya. Pola hubungan dengan masyarakat, seperti bergaul dan tolong menolong, memenuhi aturan yang telah disepakati bersama dalam masyarakat, mentaati pemimpin, menegakkan ukhuwah Islamiyah dan solidaritas antar umat.
3.      Pola hubungan manusia dengan alam semesta, seperti menjaga kelestarian alam, melindungi hutan dari kegersangan akibat penebangan hutan tanpa ditanami lagi, dan memelihara keindahan alam.    
Dari pengertian pendidikan dan akhlaq di atas dapat dipahami bahwa pendidikan akhlaq adalah suatu proses menumbuhkembangkan fitrah manusia dengan dasar-dasar akhlaq, keutamaan perangai dan tabiat yang diharapkan dimiliki dan diterapkan pada diri manusia serta menjadi adat kebiasaan. Untuk menguatkan pendidikan akhlaq tersebut dengan memperluas pikiran, berkawan dengan orang yang terpilih, membaca dan menyelidiki para pahlawan yang berfikiran luar biasa dan yang lebih penting adalah memberi dorongan agar mewajibkan seseorang melakukan perbuatan yang baik.
Pendidikan akhlaq adalah suatu proses pembinaan, penanaman, dan pengajaran, pada manusia dengan tujuan menciptakan dan mensukeskan  tujuan tertinggi agama Islam, yaitu kebahagiaan dua kampung (dunia dan akhirat), kesempurnaan jiwa masyarakat, mendapat keridlaan, keamanan, rahmat, dan mendapat kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT yang berlaku pada orang-orang yang baik dan bertaqwa.[29]
Karena akhlaq merupakan fondasi (dasar) yang utama dalam pembentukan pribadi manusia yang seutuhnya, maka pendidikan yang mengarah terbentuknya pribadi yang berakhlaq, merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi kestabilan kepribadian manusia secara keseluruhan.
Rasulullah SAW bersabda:
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: انما بعثت لاتمم صا لح الاخلاق (رواه احمد)[30]
Dari Abu Hurairah r. a. Rasulullah saw  telah bersabda : aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur(HR Ahmad). [31]

Islam menginginkan akhlaq yang mulia, karena akhlaq yang mulia ini di samping akan membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlaq utama yang ditampilkan seseorang manfaatnya adalah orang yang bersangkutan. Manfaat tersebut, yaitu:
  1. Memperkuat dan menyempurnakan agama
  2. Mempermudah perhitungan amal di akhirat
  3. Menghilangkan kesulitan
  4. Selamat hidup di dunia dan akhirat.[32]
Dengan memiliki akhlaq yang karimah maka seseorang akan dapat berhubungan dengan baik dengan sang pencipta, dapat diterima dalam setiap pergaulannya, juga melestarikan alam ciptaan Allah, oleh karena itu penanaman akhlaqul karimah perlu ditanamkan sejak dini pada anak.

C.    Nilai-Nilai Pendidikan Akhlaq

      Nilai-nilai yang hendak dibentuk atau diwujudkan dalam pribadi anak didik agar fungsional dan aktual dalam perilaku muslim, adalah nilai Islami yang melandasi moralitas (akhlaq), ada beberapa faktor penting yang terdapat dalam diri (jiwa) anak  yang perlu diketahui, karena hal ini menjadi acuan dalam pembahasan nilai-nilai pendidikan akhlaq yang dibutuhkan dalam mengembangkan kepribadian anak didik. Faktor-faktor penting tersebut antara lain:
1.  Instink
Instink merupakan faktor penting dalam akhlaq karena instink terdapat dalam manusia. Instink merupakan suatu sifat yang dapat menimbulkan perbuatan tanpa didahului latihan perbuatan itu.[33]
2.  Kebiasaan
Kebiasaan adalah. Bentuk tingkah laku yang tetap dari usaha menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang mengandung unsur afektif perasaan[34] Apabila dihubungkan dengan perbuatan, maka kebiasaan pada mulanya dipengaruhi oleh kerja pikir, didahului oleh pertimbangan dan perencanaan, sehingga kebiasaan merupakan faktor penting dalam rangka pembentukan karakteristik manusia dalam perilakunya. Untuk memperoleh perilaku yang baik dan terpuji harus dipupuk dengan nilai-nilai karimah yang ada dalam Islam.
3.  Kehendak

Kehendak adalah suatu kekuatan, seperti uap atau listrik. Kehendak merupakan penggerak manusia yang mendorong segala perbuatan yang seakan-akan tidur menjadi gerak dan bangkit.[35] Walaupun seseorang mampu melaksanakan sesuatu, namun ia tidak mempunyai kehendak, maka tidak akan terjadi sesuatu yang diinginkan atau yang diangan-angankan.

4.  Nafsu

Nafsu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari diri manusia, karena nafsu memiliki pertalian dengan instink, tetapi gejalanya tidak sama. Nafsu tampak dalam berbagai bentuk dan cara, sedang instink tidak tampak dari luar, dan sulit untuk dilihat.

5.  Akal
Akal merupakan sumber pengetahuan dan pemahaman yang terdapat dalam manusia, namun juga akal menjadi tanda kodrati keutamaan dan sumber setiap adab.[36] Dengan penyempurnaan akal, Allah SWT telah memberikan tugas untuk bertanggung jawab, menjadikan dunia teratur dan sejahtera, dan melaksanakan perintah Allah lainnya.

Dalam pendidikan akhlaq aktualisasi nilai-nilai Islam perlu dipandang sebagai suatu persoalan yang penting dalam usaha penanaman ideologis Islam sebagai pandangan hidup. Namun demikian dalam usaha aktualisasi nilai-nilai moral Islam memerlukan proses yang lama, agar penanaman  tersebut bukan sekedar dalam formalitas namun telah masuk dalam dataran praktis. Untuk itu, perlulah kiranya menghubungkan faktor penting kebiasaan, memperhatikan potensi anak didik, juga memerlukan bentuk-bentuk dan metode-metode yang sesuai dengan kebutuhan anak didiknya.

Bentuk pendidikan akhlaq ada yang secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung yaitu cara-cara tertentu yang ditujukan langsung kepada pembentukan akhlaq, antara lain: tauladan, nasehat, latihan, dan hadiah. Sementara pendidikan akhlaq yang tidak langsung yaitu cara-cara tertentu yang bersifat pencegahan dan penekanan, antara lain : koreksi dan pengawasan, larangan, hukuman dan sebagainya. Dari bentuk-bentuk pendidikan akhlaq ini diharapkan nilai-nilai Islam (akhlaq) dapat  menjadi kepribadian anak didik, artinya bukan hanya bersifat formal dalam ucapan dan teori belaka, akan tetapi sampai pada tingkat pelaksanaan dalam kehidupan.

Beberapa  nilai atau hikmah yang dapat diraih berdasarkan ajara-ajaran amaliah Islam (akhlaq) antara lain: al-amanah (berlaku jujur), al-rahman (kasih sayang), al-haya’ (sifat malu),  al-shidq (berlaku benar), al-syaja’ah (berani), qana’ah atau zuhud , al-ta’awun (tolong-menolong) dan lain-lain.

Menurut Ibnu Miskawaih Manusia, mempunyai tiga potensi, Yaitu potensi bernafsu (an-nafs al-bahimiyyah), potensi berani (an-nafs as-subuiyyat) dan potensi berfikir (an-nas an-nathiqiyah). Potensi bernafsu dan potensi berani berasal dari unsur materi sehingga akan hancur pada suatu saat, sedangkan potensi berfikir berasal dari ruh Tuhan sehingga bersifat kekal.[37]

Nilai-nilai pendidikan akhlaq yang harus ditanamkan kepada anak-anak bukan sekedar akhlaqul karimah, melainkan akhlaq madzmumah juga harus di sampaikan dan diajarkan kepada anak. Bila akhlaq yang buruk itu tidak di sampaikan kepada anak maka anak akan melakukan perbuatan yang tidak sesuai dan melanggar etika yang ada di masyarakat itu.

Di sini pendidikan akhlaq yang harus ditanamkan pada anak, penulis bagi menjadi tiga skala besar yaitu; akhlaq terhadap Allah ,akhlaq terhadap diri sendiri dan akhlaq terhadap lingkungan.

  1. Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Terhadap Allah
Allah adalah kholiq dan manusia adalah mahluk. Sebagai makhluk tentu saja manusia sangat tergantung kepadanya. Sebagaimana firmannya:
اللَّهُ الصَّمَدُ (الإحلاص : ٢)
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu. (QS. Al Ikhlas: 2)

Sebagai yang Maha Agung dan yang Maha Tinggi Dialah yang wajib disembah dan ditaati oleh segenap manusia.dalam diri manusia hanya ada kewajiban beribadah kepada Allah,
Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlaq pada masa kanak-kanak  nilai-nilai yang perlu ditanamkan adalah:
a.       Tidak Mempersekutukan Allah
b.      Cinta Kepada Allah
Penanaman rasa cinta kepada Allah adalah prinsip yang harus ditanamkan pada anak. Anak harus dibiasakan untuk mencintai Allah dengan diwujudkan dalam bentuk sikap bersyukur segala nikmat yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Karena itu Allah memerintahkan untuk mensyukuri nikmat Allah yang tidak terhingga.
c.       Takut Kepada Allah
Takut kepada Allah adalah penting dalam kehidupan seorang mukmin. Sebab rasa takut itu mendorongnya untuk taqwa kepadanya dan mencari ridhonya, mengikuti ajaran–ajarannya, meninggalkan larangannya dan melaksanakan perintahnya. Rasa takut kepada Allah dipandang sebagai salah satu tiang penyangga iman kepadanya dan merupakan landasan penting dalam pembentukan seorang mukmin.[38]


2.  Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Terhadap Diri Sendiri
Setiap diri memiliki tiga macam potensi yang bila dikembangkan dapat mengarah kepada kutub positif, tetapi dapat juga ke kutub negatif. Ketiga potensi yang dimaksud adalah nafsu, amarah, dan kecerdasan. Bila dikembangkan secara positif, nafsu dapat menjadi suci, amarah bisa menjadi berani dan kecerdasan bisa menjadi bijak. Sebaliknya, bila dikembangkan dalam kutub negatif, nafsu dapat mengarah kepengumbaran hawa nafsu dan serakah, amarah dapat menghasilkan berani secara sembrono atau gegabah dan pengecut dan potensi kecerdasan bisa menjadi bodoh dan jumud.[39]
Sehubungan dengan hal tersebut di atas seorang anak harus diberi pengertian bahwa pahala dan dosa akan kembali pada diri kita sendiri. Sehubungan dengan itu sikap-sikap yang perlu ditanamkan pada diri anak yaitu:
a.       Tidak Bersikap Sombong
b.      Kejujuran
c.       Sifat Qona’ah
3.  Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Terhadap Lingkungan
a.       Akhlaq terhadap Lingkungan Keluarga
Sikap utama yang harus yang harus dikembangkan pada anak dalam keluarga, yang utama yaitu penanaman sikap berbakti kepada orang tua yang telah bersusah payah mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang. Bagaimana Allah mencontohkan nasehat Luqman terhadap anaknya agar berbakti kepada orang tua.al-Qur’an menyebutkan: 
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (القمان : ۱۴)
“Dan kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah dari menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada kedua orangtua, ibu bapakmu, hanya kepadakulah engkau kembali”  (Luqman :14).

b.      Lingkungan Sekolah
Sikap-sikap yang harus ditanamkan pada anak di sekolah adalah menghormati gurunya, sebagai pendidik kedua setelah orang tua. Sikap sopan terhadap guru adalah kewajiban setiap murid, melalui guru kita dapat mengenal segala pengetahuan. Di antara sikap yang harus diajarkan anak yaitu penempatan guru sebagai figur yang patut dihormati.
Selanjutnya sikap-sikap sosial yang harus dikembangkan di sekolah yaitu sikap saling menyayangi sesama teman, menghindari pertengkaran dan percekcokan serta saling tolong menolong. Anak harus diberi pemahaman bahwa semua adalah saudara kita, selanjutnya dari pendidikan ini diharapkan anak mampu mengasihi dan menyayangi temannya.
c.       Lingkungan Masyarakat Atau Lingkungan Sekitar
Lingkungan masyarakat yang paling dekat dengan anak-anak adalah tetangga. Sehubungan dengan itu anak harus dididik untuk bersopan santun dan menghormati tetangganya, karena bagaimanapun juga tetangga adalah orang yang akan segera memberi pertolongan apabila dirumah kita terjadi kesusahan. Perilaku yang sering muncul pada anak di lingkungan tetangga di antaranya sering membuat gaduh, mengganggu, mengotori dan lain-lain.
Selain lingkungan masyarakat di sini perlu ditanamkan akhlaq tentang alam sekitar di antaranya adalah memelihara dengan baik apa yang ada disekitar kita. Manusia sebagai kholifah, pengganti dan pengelola alam. Sementara di sisi lain mereka diturunkan ke bumi ini adalah agar membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya termasuk lingkungan dan manusia secara keseluruhan.[40]

KESIMPULAN


Menapaki bait-bait uraian makalah tersebut di atas nilai-nilai pendidikan akhlak bukanlah suatu hal yang bersifat doktrinasi saja, namun nilai tersebut hendaknya tertanam dalam setiap individu. Pendidikan Islam menuntun dan mengarahkan manusia pada derrajat insan kamil dengan predikat nilai luhur.
Nilai akhlak bukan sekedar pemahaman definisi dan toeri saja, hendaknya merupakan suatu proses penanaman dan internalisasi diri individu. Nilai tersebut merupakan harga mati jatidiri seorang muslim, dimana nilai-nilai pendidikan akhlaq tersebut meliputi:
1.            Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Terhadap Allah
2.            Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Terhadap Diri Sendiri
sikap-sikap yang perlu ditanamkan pada diri anak yaitu:
a.      Tidak Bersikap Sombong
b.     Kejujuran
c.      Sifat Qona’ah
3.            Nilai-nilai PendidikanAkhlaq Terhadap Lingkungan
a.       Akhlaq terhadap Lingkungan Keluarga
b.      Lingkungan Sekolah
c.       Lingkungan Masyarakat Atau Lingkungan Sekitar

DAFTAR PUSTAKA


Abd. Fatah Jalal,  Asas-asas Pendidikan Islam, Bandung Diponegoro, 1988.

Abdul Kholiq et.al, Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj Drs. Hery Noor Ali, Bandung: CV, Diponegoro, 1992.

Abu Bakar Atjeh, Filsafat dalam Islam, Semarang: CV. Ramadhani, 1971.

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Kajian Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000.

Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlaq), terj. Farid Ma’ruf, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT. Al-Ma’arif, Cetakan VIII, 1989.

Amin Syukur, Pengantar Studi Akhlaq, Semarang: Duta Grafika, 1987.

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pres, 2002

Chabib Thoha, dkk Kapita Selekta Pendidikan Islam,cet. I Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Elizabeth B. Hurlock, Child Development, Sixty Edition Internasional Students, Edition 146, Graw – Hill, Kogakusa, LTD.

Haidar Putra Dauly, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Hasan Hafidz, Dasar-dasar Pendidikan dan Ilmu Jiwa, Solo: Ramadhani, 1989.

Hasan Langgulung, Asas–asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al–Husna, 1992.

____________, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta Al-Husna Zikra, 1995.

Idris Yahya, Telaah Akhlaq dari Sudut Teoritis, Fakultas Ushuludin IAIN Walisongo, Semarang, 1983.
Imam Abi Husain Muslim Bin Hajaj, Shahih Muslim, Beirut: Ikhyaul Narotul Arabi, 1991.

Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumudin, Jilid III, Singapura: Sulaiman Mar’i, tth.

Kartini Kartono, Psikologi Umum, Bandung: Mandar Maju, 1996.

Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001.

Mohammad Nor Syam, Pendidikan Filsafat dan Dasar Filsafat Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986.

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya, 1993.

Muhammad ‘Abdussalam ‘Abdutsani, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz ii, Libanon : Dar al-Kutub, tt.

Muslim Nurdin, et.al., Moral dan Kognisi Islam, Bandung, Alfabeta, 1993.

Omar al-Thaumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Bulan Bintang, Jakarta, 1979.

Soenarjo, dkk, Al Quran dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1999.

Syafiq A. Mughi, Nilai-Nilai Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001.

W.J.S. Poerwadharminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999.

















[1] Hasan Langgulung, Asas– asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al–Husna, 1992), hlm. 3.  
[2] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 3 – 8.
[3] Imam Abi Husain Muslim Bin Hajaj, Shahih Muslim, (Beirut : Ikhyaul Narotul Arabi, 1991), hlm. 2047
[4] Haidar Putra Dauly, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 76.
[5] Armai Arief, Pengantar Ilmu…., hlm. 16.
[6] Syafiq A. Mughi, Nilai-Nilai Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 288-289.
[7] Hasan Langulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta Al-Husna Zikra, 1995), Cet 3, hlm. 32.
[8] Abu Bakar Atjeh, Filsafat dalam Islam, (Semarang: CV. Ramadhani, 1971),  hlm. 173.
[9] Omar al-Thaumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. (Bulan Bintang, Jakarta, 1979), hlm. 346.
[10] Chabib Thoha, dkk Kapita Selekta Pendidikan Islam,cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm. 61
[11]Ibid  hlm. 60-61
[12]Ibid, hlm. 78
[13]Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 111
[14]Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001), hlm. 98
[15]Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan…., hlm. 111
[16]Soenarjo, dkk, Al Quran dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1999), hlm. 8
[17]Mansur Isna, Diskursus…., hlm. 99
[18] Mohammad Nor Syam, Pendidikan Filsafat dan Dasar Filsafat Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hlm. 137
[19]Ibid
[20]Hasan Hafidz, Dasar-dasar Pendidikan dan Ilmu Jiwa, (Solo: Ramadhani, 1989),              hlm. 12.
[21]Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj Drs. Hery Noor Ali, (Bandung: CV, Diponegoro, 1992), hlm. 32.
26Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, Cetakan VIII, 1989), hlm. 19
[23] Abdul Kholiq et.al, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm 87.
[24]Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumudin, Jilid III, (Singapura: Sulaiman Mar’i, tth), hlm. 52.
[25] Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumudin, Jilid III, (Singapura: Sulaiman Mar’i, tth), hlm. 52.
[26] Idris Yahya, Telaah Akhlaq dari Sudut Teoritis, (Fakultas Ushuludin IAIN Walisongo, Semarang, 1983), hlm. 6.
[27]Ibid., hlm. 6
[28] Elizabeth B. Hurlock, Child Development, Sixty Edition Internasional Students, Edition 146, Graw – Hill, Kogakusa, LTD, hlm. 386.
[29] Omar al-Thaumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 346.
[30]Muhammad ‘Abdussalam ‘Abdutsani, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz ii, (Libanon : Dar al-Kutub, tt.), hlm. 504.
[31]Ibid.
[32]Abu Bakar Atjeh, Filsafat dalam Islam, (Semarang: CV. Ramadhani, 1971),  hlm. 173.
[33] Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlaq), terj. Farid Ma’ruf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm.17.
[34] Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1996), hlm. 101.
[35] Ahmad Amin, Etika…., hlm. 48-49.
[36]Abd. Fatah Jalal,  Asas-asas Pendidikan Islam, (Bandung Diponegoro, 1988), hlm. 57-58.
[37]Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Kajian Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 7
[38]Ibid, hlm.71
[39] Muslim Nurdin, et.al., Moral dan Kognisi Islam (Bandung, Alfabeta, 1993), hlm. 229-230
[40] Amin Syukur, Pengantar Studi Akhlaq, (Semarang: Duta Grafika, 1987), hlm. 78.